Desa Mekar Indah Kecamatan Buki gelar rembug stunting

Media456 Dilihat

WARTASULSEL – Prevalensi stunting di Kabupaten Kepulauan Selayar dari tahun 2021 sampai tahun 2023 terus mengalami peningkatan. Dimana pada tahun 2021 angka stunting sebesar 27,4 %, dan tahun 2022 naik menjadi 27,2 %, meningkat 0,2 % terhadap tahun 2021. Kemudian awal tahun 2023 ini, angka stunting naik 5 persen menjadi 32,2%.

“Karenanya, prevalensi stunting di Kabupaten Kepulauan Selayar menduduki urutan ke- 6 di Provinsi Sulawesi Selatan,” demikian diungkapkan Kepala Puskesmas Buki, Burhanuddin,S.KM., saat menghadiri kegiatan Rembug Stunting Pemerintah Desa Mekar Indah, Kecamatan Buki, Kepulauan Selayar, di Aula Kantor Desa, pada Rabu (2/8/2023).

Kepala PKM Buki Burhanuddin kemudian menjelaskan jika salah satu pemicu meningkatnya angka stunting di Kepulauan Selayar adalah kurangnya kesadaran orang tua membawa anak balitanya datang ke posyandu setiap bulan untuk ditimbang dan di ukur serta di imunisasi.

Sebagai contoh, kata Burhan, 3 (tiga) bulan lalu ada anak masuk kategori gizi buruk, kemudian selama dua bulan diberikan penanganan khusus, dengan diberi makanan tambahan selama 3 bulan, secara terus-menerus disetiap hari, melaui anggarkan APBDes, sehingga anak tersebut kembali terpenuhi asupan gizinya atau sudah tidak stunting lagi.

Akan tetapi, di bulan ke empat anak tersebut tidak dibawa ke Posyandu melakukan pengukuran tinggi dan berat badan, maka dia akan tetap teridentifikasi sebagai anak stunting. Karena data 3 bulan lalu itu tidak berubah di aplikasi pelaporan dan pencatatan stunting.

“Dia tidak stunting lagi sebenarnya, tapi kan sebelumnya masuk data. Jadi meskipun sudah tidak stunting, tetapi dianggap stunting. Karena pelaporannya itu melalui aplikasi,” jelas Burhan.

Selanjutnya, kurangnya kesadaran suami yang selalu merokok didekat istri apalagi sedang hamil. Hal ini akan membahayakan perkembangan janin dan bisa memicu stunting. Selain itu, masih ada ibu hamil yg ditolong oleh dukun kampung, bukan tenaga kesehatan. Sementara, jika dibantu oleh tenaga kesehatan, sudah diuruskan Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan diuruskan akta kelahirannya.

Juga adanya budaya di masyarakat, terlalu cepat memberi makanan pendamping (MP) kepada bayi, sementara anak umur 6 bulan itu belum bisa diberi makanan selain Air Susu Ibu (ASI). Anak bisa diberi MP-ASI jika sdh berusia 6 bulan ke atas.

Jarak kelahiran yang rapat, sehingga tidak mampu memenuhi semua kebutuhan gizi anaknya. Sebaiknya, jarak kelahiran anak itu diatur 2 atau 3 tahun baru produksi lagi. Kemudian, faktor alat ukur atau antropometri juga mempengaruhi angka stunting. Dimana alat ukur yang digunakan di puskesmas, seperti alat yang ditarik itu tidak berlaku lagi sekarang. Melainkan sudah ada alat yang digunakan untuk bayi atau Baduta, dan khusus untuk anak balita juga lain.

Lanjut dijelaskan, bahwa jika anak belum berumur 2 tahun atau masih berusia 0-23 bulan maka belum teridentifikasi stunting. Nanti anak berusia 24-59 bulan baru bisa didentifikasi atau baru kita tahu kalau anak tersebut menderita stunting.

Namun, Kapus Buki Burhanuddin juga mengatakan bahwa tidak semua anak atau orang pendek itu stunting, karena bisa jadi itu merupakan faktor genetika atau keturunan. “Ada anak pendek, tapi dia aktif dan pintar. Ini bukan stunting, cuma faktor keturunan atau gen saja”, ungkapnya.

Adapun hal-hal yang bisa dilakukan, kata Burhan, agar stunting di Kepulauan Selayar ini bisa ditekan, maka penanganannya dimulai dari Ibu hamil yang harus diberikan Tablet Tambah Darah (TTD) dan terus diperhatikan makanannya utamanya pada triwulan ke 3 dan 4 atau 1000 HPK.

Sasaran berikutnya para calon pengantin, dan yang sangat berisiko melahirkan anak stunting adalah pernikahan usia dini. Termasuk, remaja putri perlu diperhatikan Tablet Tambah Darah (TTD).

Disinggung terkait upaya Pemerintah Kabupaten dalam menyiapkan anggaran pencegahan dan penanganan stunting, Kepala PKM Buki Burhanuddin, mengungkapkan bahwa Pemerintah Pusat pada dasarnya telah menganggarkan itu melalui Bantuan Operasional Kesehatan (BOK).

“Seperti yang disinggung saudara Pendamping Desa tadi, sebenarnya Pemerintah Pusat menganggarkan itu melalui BOK, tetapi pada umumnya bukan untuk stunting. Anggaran tersebut ditujukan untuk anak gizi buruk, gizi kurang, ibu hamil kekurangan gizi atau Kurang Energi Kronis (KEK). Tetapi kalau ada yang stunting atau kurang gizi bisa juga dapat”, ucap Burhanuddin.

Namun, kata Burhan, Hingga saat ini, belum ada Puskesmas di Kepulauan Selayar yang bisa menggunakan anggaran tersebut. Alasannya, karena aturan dalam penggunaannya yang susah terpenuhi.

“Anggaran tersebut harus dibelanjakan melalui sistem E-Katalog. Dan yang memiliki E-Katalog diwilayah kami cuma satu orang, sementara dana ini harus diberikan ke para kader kesehatan desa untuk digunakan di Posyandu”, jelas Burhan.

Kami ragu menggunakan dana tersebut. Sampai sekarang belum ada PKM yang bisa menggunakan itu. “Jadi memang ada anggaran sekitar 100 juta, yang disiapkan untuk penanganan gizi buruk, gizi kurang dan ibu hamil yang KEK,” pungkas Kepala PKM Buki, Burhanuddin, S.KM. (Tim).

wartasulsel

Dari rakyat,Untuk Rakyat,Kembali Ke Rakyat

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *